BAB
I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Teori behaviorisme merupakan salah satu bidang kajian
psikologi eksperimental yang kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan. Meskipun
dikemudian hari muncul berbagai aliran baru sebagai reaksi terhadap
behaviorisme, namun harus diakui bahwa teori ini telah mendominasi argumentasi
tentang fenomena belajar manusia hingga penghujung abad 20.
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan
- RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana sejarah perkembangan teori behavior ?
2.
Apa hakikat manusia menurut Bf. Skiner ?
3.
Bagaimana perkembangan perilaku manusia menurut Skiner ?
4.
Apa hakikat konseling menurut teori skinner ?
5.
Bagaimana kondisi hubungan menurut teori skinner ?
6.
Bagaimana mekanisme pengubahan menurut teori skinner ?
7.
Apakah kelebihan dan kelemahan teori skiner ?
- TUJUAN MASALAH
1.
Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori behavior ?
2.
Untuk mengetahui hakikat manusia menurut Bf. Skiner ?
3.
Untuk mengetahui perkembangan perilaku manusia menurut
Skiner ?
4.
Untuk mengetahui
hakikat konseling menurut teori skinner ?
5.
Untuk mengetahui kondisi hubungan menurut teori skinner ?
6.
Untuk mengetahui
mekanisme pengubahan menurut teori skinner ?
7.
Untuk mengetahui
kelebihan dan kelemahan teori skiner ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH TEORI BEHAVIOR
Terapi behavior tradisional diawali
pada tahun 1950-an dan awal 1960-an di Amerika Serikat, Afrika Selatan,
dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang
dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik pengkondisian
perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.
Secara garis besar, sejarah
perkembangan pendekatan behavior terdiri dari tiga trend utama, yaitu
Gelombang 1 : Pada
tahun 1960 Albert Bandura mengembangkan teori belajar sosial, yang dikombinasikan
pengkondisian klasik dan operan kondisioning sdengan pembelajaran
observasional. Bandura membuat kognisi fokus yang sah untuk terapi bahavior.
Selama tahun 1960-an sejumlah pendekatan perilaku kognitif bermunculan, dan
mereka masih memiliki dampak signifikan pada praktek terapi. Terapi behavior
kontemporer muncul sebagai kekuatan utama dalam psikologi selama 1970-an, dan
itu memiliki dampak signifikan pada pendidikan, psikologi, psikoterapi,
psikiatri, dan pekerjaan sosial. Teknik behavior yang diperluas untuk
memberikan solusi terhadap masalah bisnis, industri, dan membesarkan juga anak.
Dikenal sebagai "gelombang pertama" di lapangan behavior, teknik
terapi behavior dipandang sebagai pilihan perawatan untuk banyak masalah
psikologis.
Gelombang 2
: Tahun 1980-an yang ditandai dengan pencarian konsep dan metode baru yang
melampaui teori belajar tradisional. Terapis behavior melakukan evaluasi
terhadap metode yang mereka gunakan dan mempertimbangkan dampak dari praktek
terapi pada klien mereka dan masyarakat yang lebih luas. Meningkatnya perhatian
diberikan kepada peran emosi dalam perubahan terapi, serta peran faktor
biologis dalam gangguan psikologis. Dua perkembangan yang paling signifikan
adalah (1) munculnya terus terapi kognitif behavior sebagai kekuatan utama dan
(2) penerapan teknik perilaku untuk pencegahan dan pengobatan gangguan
kesehatan terkait.
Pada akhir 1990-an Asotiation Behavior and Cognitive Therapi
(ABCT) menyatakan keanggotaan dari sekitar 4.300. Gambaran saat ABCT adalah "sebuah
organisasi keanggotaan lebih dari 4.500 profesional kesehatan mental dan
mahasiswa yang tertarik dalam terapi bahavior berbasis empiris atau terapi
behavior kognitif." Perubahan nama dan deskripsi mengungkapkan pemikiran
saat ini mengintegrasikan terapi perilaku dan kognitif. Terapi kognitif
dianggap sebagai “gelombang kedua” dari tradisi behavior.
Gelombang 3
: Pada awal 2000-an, "gelombang ketiga" dari tradisi perilaku muncul,
memperbesar ruang lingkup penelitian dan praktek. Perkembangan terbaru termasuk
terapi perilaku dialektis, kesadaran berbasis pengurangan stres, kesadaran
berbasis terapi kognitif, dan penerimaan dan terapi komitmen.
B.
HAKIKAT MANUSIA
Menurut Behavior Therapy, manusia
adalah produk dan produsen (penghasil) dari lingkungannya. Pandangan ini
tidak tergantung pada asumsi deterministik bahwa manusia adalah produk belaka
dari pengkondisian sosiokultural mereka. Manusia dipandang memiliki potensi
untuk berperilaku baik atau buruk, tepat atau salah. Pendekatan behavior berpandangan
bahwa setiap perilaku dapat dipelajari. Manusia mampu melakukan refleksi atas
tingkahlakunya sendiri, dan dapat mengatur serta mengontrol perilakunya dan
dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi orang lain. Terapi
behavior bertujuan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat sehingga mereka
memiliki lebih banyak pilihan untuk merespon. Dengan mengatasi perilaku
melemahkan yang membatasi pilihan, orang lebih bebas untuk memilih dari
kemungkinan yang tidak tersedia sebelumnya.
C.
PERKEMBANGAN PERILAKU
1.
Struktur
Kepribadian
Dalam pandangan behavioral,
kepribadian manusia itu pada hakikatnya adalah perilaku, karena hanya
perilakulah yagn dapat diuji dilaboratorium. Perilaku itu terbentuk melalui
suatu proses belajar dari lingkungannya. Kepribadian seseorang merupakan
cerminan dari pengalaman belajarnya, yaitu situasi atau stimulus yang
diterimanya. Oleh karena itu untuk memahami kepribadian individu ialah dengan
melihat perilakunya yang tampak. Perilaku yang tampak itu dapat berupa perilaku
adaptif (perilaku yang sesuai) atau perilaku maladaptif (perilaku yang
tidak sesuai).
2.
Pribadi
Sehat dan Bermasalah
Berdasarkan pandangan behavioral
tentang kepribadian maka pribadi sehat menurut pandangan ini ialah perilaku
atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat, yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, perilaku bermasalah ini
merupakan hasil belajar yang salah. Perilaku ini disebut dengan perilaku
maladaptif. Sedangakan pribadi sehat merupakan kebalikan dari pribadi
bermasalah, yang disebut dengan perilaku adaptif.
D.
HAKIKAT KONSELING
Konseling menurut pandangan
behavioral ialah proses terapeutik dengan menggunakan prosedur-prosedur
sistematik untuk mengubah perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai)
menjadi perilaku adaptif (perilaku yang sesuai) melalui proses belajar
perilaku baru.
E.
KONDISI PENGUBAHAN
1.
Tujuan
Tujuan umum dari terapi behavior
ialah untuk meningkatkan pilihan pribadi dan untuk menciptakan kondisi baru
untuk belajar; mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perilaku dan menemukan
tindakan untuk mengatasi tingkah laku bermasalah.
Tujuan memiliki tempat sentral dalam
terapi Behavior. Behavior kontemporer menekankan peran aktif klien dalam
menentukan tentang pengobatan mereka. Klien, dengan bantuan terapis,
mendefinisikan tujuan pengobatan khusus pada awal proses terapi. Tujuan terapi
harus jelas, konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor.
Konselor dan klien mendiskusikan perilaku yang terkait dengan tujuan, keadaan
yang diperlukan untuk perubahan, sifat sub tujuan, dan rencana tindakan untuk
bekerja ke arah tujuan ini. Proses penentuan tujuan terapi ini memerlukan
negosiasi antara klien dan konselor yang menghasilkan kontrak yang memandu
jalannya terapi. Tujuan yang ditetapkan akan digunkan sebagai tolak ukur untuk
melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan jika telah
mencapai tujuan.
Perilaku terapis dan klien mengubah
tujuan selama proses terapi yang diperlukan. Meskipun penilaian dan pengobatan
terjadi bersama-sama, penilaian formal terjadi sebelum perawatan untuk
menentukan perilaku yang menjadi sasaran perubahan. Penilaian terus-menerus
sepanjang terapi menentukan sejauh mana mengidentifikasi tujuan yang terpenuhi.
Hal ini penting untuk menemukan cara untuk mengukur kemajuan menuju tujuan
berdasarkan validasi empiris
.
2.
Sikap,
peran, dan tugas Konselor
Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima,
dan mencoba memahami apa yang dikemukakan konseli tanpa menilai atau
mengkritiknya. Dalam proses terapi, konselor berperan sebagai guru atau mentor.
Praktisi behavior harus memiliki keterampilan, sensitivitas,
dan kecerdasan klinis. Mereka menggunakan beberapa teknik umum dengan
pendekatan lain, seperti meringkas klarifikasi, refleksi, dan pertanyaan
terbuka. Namun, terapis behavior melakukan fungsi lain juga (Miltenberger,
2008; Spiegler & Guevremont, 2003):
• Berdasarkan penilaian fungsional yang komprehensif,
terapis merumuskan tujuan pengobatan awal dan desain dan mengimplementasikan rencana
perawatan untuk mencapai tujuan tersebut.
• Para terapis menggunakan strategi behavior yang memiliki
dukungan penelitian untuk digunakan dengan jenis tertentu dari masalah.
Strategi-strategi ini digunakan untuk kemajuan generalisasi dan pemeliharaan
perubahan perilaku.
• Terapis mengevaluasi keberhasilan rencana perubahan dengan
mengukur kemajuan menuju tujuan sepanjang durasi pengobatan. Ukuran hasil yang
diberikan kepada klien pada awal pengobatan dan dikumpulkan lagi secara
periodik selama dan setelah perawatan untuk menentukan apakah rencana strategi
dan pengobatan bekerja. Jika tidak, penyesuaian dilakukan dalam strategi yang
digunakan.
• Tugas utama terapis adalah untuk melakukan tindak lanjut
penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu.
Klien belajar bagaimana mengidentifikasi dan mengatasi kemunduran potensial.
Penekanannya adalah pada membantu klien mempertahankan perubahan dari waktu ke
waktu dan memperoleh keterampilan mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya
kambuh.
3.
Sikap,
peran, dan tugas Konseli
Terapi behavior memiliki prosedur
kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli memiliki peran yang jelas. Ini
berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan kerjasama yang baik
antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli dalam proses
terapi ialah meliputi :
· Memiliki motivasi untuk berubah
· Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik
selama sesi terapi maupun dalam kehidupan sehari-hari
· Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya
menerima pekerjaan rumah yang aktif (seperti self-monitoring perilaku
bermasalah) untuk menyelesaikan antara sesi terapi.
· Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi
telah berakhir.
4.
Situasi
Hubungan
Bukti klinis dan penelitian
menunjukkan bahwa hubungan terapeutik, bahkan dalam konteks orientasi perilaku,
dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses perubahan perilaku.
Kebanyakan praktisi behavior menekankan nilai membangun hubungan kerja
kolaboratif. Para terapis behavior terampil mengkonseptualisasikan masalah
perilaku dan memanfaatkan hubungan klien-terapis dalam memfasilitasi perubahan.
Sebagian besar praktisi behavior berpendapat bahwa faktor-faktor seperti
kehangatan, empati, keaslian, permisif, dan penerimaan diperlukan, tetapi tidak
cukup, untuk perubahan perilaku terjadi. Terapis behavior berasumsi bahwa klien
membuat kemajuan terutama karena teknik perilaku khusus yang digunakan bukan
karena hubungan dengan terapis.
F. MEKANISME PENGUBAHAN
1. Tahap-tahap konseling
Tahap-tahap dalam konseling behavior
terdiri atas empat tahap yaitu :
a.
Asesmen
Hal-hal yang digali dalam asesmen
meliputi analisis tingkah laku bermasalah yang dialami konseli saat ini;
analisis situasi yang di dalamnya masalah konseli terjadi; analisis
motivasional; analisis self-control; analisis hubungan sosial; dan analisis
lingkungan fisik-sosial budaya.
b.
Menentukan
Tujuan
Tujuan memiliki tempat sentral dalam
terapi Behavior, karena tujuan inilah yang akan menghasilkan kontrak yang
memandu jalannya terapi. Tujuan yang ditetapkan akan digunkan sebagai
tolak ukur untuk melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan
dihentikan jika telah mencapai tujuan.
Konselor dan konseli mnetapkan
tujuan pada awal terapi. Tujuan terapi harus jelas, konkret, dipahami, dan
disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan klien mendiskusikan perilaku
yang terkait dengan tujuan, keadaan yang diperlukan untuk perubahan, sifat
tujuan, dan rencana tindakan untuk bekerja ke arah tujuan ini.
c.
Mengimplementasikan
Teknik
Setelah merumuskan tujuan yang ingin
dicapai, konselor dan konseli menentukan strategi belajar yang terbaik untuk
membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan
konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang
dialami oleh konseli.
d.
Mengakhiri
Konseling
Proses konseling akan berakhir jika
tujuan yang ditetapkan di awal konseling telah tercapai. Meskipun demikian,
konseli tetap memiliki tugas, yaitu terus melaksanakan perilaku baru yang
diperolehnya selama proses konseling, di dalam kehidupannya sehari-hari.
2.
Teknik-teknik
konseling
Ø Applied Behavioral Analysis: Operant Conditioning
Tujuan dari operant conditioning ialah untuk mengurangi atau
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Beberapa prinsip kunci operant
conditioning: penguatan positif, penguatan negatif, pemunahan, hukuman yang
positif, dan hukuman negatif.
Penguatan Positif dan Penguatan Negatif
Tujuan dari penguatan, baik positif maupun negatif, adalah
untuk meningkatkan perilaku target. Penguatan positif melibatkan penambahan sesuatu
yang bernilai bagi individu (seperti pujian, perhatian, uang makan, atau)
sebagai konsekuensi dari perilaku tertentu. Tujuan dari program ini adalah untuk
mengurangi atau menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan, penguatan positif
sering digunakan untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang lebih diinginkan,
yang menggantikan perilaku yang tidak diinginkan. Penguatan negatif
melibatkan melarikan diri dari atau menghindari rangsangan
permusuhan. Individu termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan
untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan.
Pemunahan
Mengacu pada penguatan pemotongan dari respon yang
sebelumnya diperkuat. Dalam pengaturan diterapkan, pemuunahan dapat digunakan
untuk perilaku yang telah dipertahankan oleh penguatan positif atau penguatan negative
.
Hukuman
Tujuan dari penguatan adalah untuk meningkatkan
perilaku yang diinginkan, namun tujuan hukuman adalah untuk mengurangi
perilaku tersebut. Dua jenis hukuman yang mungkin terjadi sebagai akibat
dari perilaku yaitu hukuman positif dan hukuman negatif.
Hukuman positif digunakan untuk mengurangi frekuensi
perilaku, contohnya seorang anak yang sering keluar kelas diberi hukuman dengan
melarangnya untuk tidak keluar kelas. Sedangkan dalam hukuman negatif,
rangsangan yang menyebabkan perilaku tersebut dihilangkan, seperti memotong
gaji karyawan yang sering tidak masuk kerja.
Skinner (1948) percaya bahwa hukuman memiliki nilai yang
terbatas dalam mengubah perilaku dan sering merupakan cara yang diinginkan
untuk memodifikasi perilaku. Ia menentang menggunakan kontrol permusuhan atau
hukuman, dan dianjurkan menggantinya dengan penguatan positif. Prinsip utama
dalam pendekatan behavior yang diterapkan adalah dengan menggunakan analisis
permusuhan paling berarti mungkin untuk mengubah perilaku, dan penguatan
positif dikenal sebagai agen perubahan yang paling kuat. Skinner percaya pada
nilai menganalisis faktor lingkungan untuk kedua penyebab dan solusi untuk
masalah perilaku dan berpendapat bahwa manfaat terbesar bagi individu dan
masyarakat terjadi dengan menggunakan penguatan positif sistematis sebagai rute
untuk mengontrol perilaku.
Ø Relaksasi dan Metode Pelatihan Terkait
Relaksasi telah menjadi semakin populer sebagai metode
mengajar orang untuk mengatasi tekanan yang dihasilkan oleh kehidupan
sehari-hari. Prosedur relaksasi sering digunakan dalam kombinasi dengan
sejumlah teknik behavior lainnya. Pelatihan relaksasi melibatkan beberapa
komponen yang biasanya membutuhkan dari 4 sampai 8 jam instruksi.
Prosedur relaksasi :
· Klien diberi satu set instruksi yang mengajarkan mereka
untuk bersantai. Mereka membayangkan berada pada lingkungan yang santai dan
tenang, sementara bergantian berkontraksi dan relaksasi otot.
· Bernapas dalam dan teratur
· Pada saat yang sama klien belajar untuk mental
"membiarkan pergi," mungkin dengan berfokus pada pikiran atau
gambar yang menyenangkan.
· Klien diperintahkan untuk benar-benar merasakan dan
mengalami ketegangan itu terbangun.
· Klien kemudian diajarkan bagaimana untuk bersantai dengan
semua otot sambil membayangkan berbagai bagian tubuh, dengan penekanan pada
otot-otot wajah. Otot-otot lengan yang dibuat santai terlebih dulu, kemudian
diikuti oleh kepala, leher dan bahu, punggung, perut, dan dada, dan kemudian
tungkai bawah.
Relaksasi menjadi respon baik dipelajari, yang dapat menjadi
pola kebiasaan jika dilakukan setiap hari selama sekitar 25 menit setiap hari.
Prosedur relaksasi telah diterapkan untuk berbagai masalah
klinis, baik sebagai teknik terpisah atau dalam hubungannya dengan metode
terkait. Penggunaan yang paling umum ialah dengan masalah yang berkaitan dengan
stres dan kecemasan, yang sering diwujudkan dalam gejala psikosomatik. Beberapa
penyakit lain yang sangat membantu latihan relaksasi termasuk asma, sakit
kepala, hipertensi, insomnia, sindrom iritasi usus, dan gangguan panik (Cormier
et al., 2009).
Ø Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis, yang didasarkan pada prinsip
pengkondisian klasik, adalah prosedur dasar behavior yang dikembangkan oleh
Joseph Wolpe, salah satu pelopor terapi behavior. Desensitisasi sistematis
adalah prosedur terapi behavior yang memakan waktu, namun jelas merupakan
pengobatan yang efektif dan efisien dari kecemasan yang berhubungan dengan
gangguan, khususnya di bidang fobia spesifik, selain itu terapi ini juga dapat
telah digunakan untuk berbagai macam kondisi lainnya selain kecemasan seperti,
kemarahan, serangan asma, insomnia, mabuk perjalanan, mimpi buruk, dan tidur
sambil berjalan.
Prosedur pelaksanaan :
· Tahap pertama
Ø Wawancara awal sebelum menerapkan prosedur desensitisasi,
untuk mengidentifikasi informasi khusus tentang kecemasan dan untuk
mengumpulkan informasi latar belakang yang relevan tentang klien.
Wawancara ini, bisa berlangsung beberapa sesi, terapis
memberikan pemahaman yang baik tentang siapa klien. Terapis mempertanyakan
klien tentang keadaan tertentu yang menimbulkan ketakutan. Misalnya, dalam
keadaan bagaimana yang membuat klien merasa cemas? Jika klien cemas dalam
situasi sosial, apakah kecemasan bervariasi dengan jumlah orang yang hadir?
Ø Klien diminta untuk memulai proses self-monitoring yang
terdiri dari mengamati dan merekam situasi selama seminggu yang memperoleh
respon kecemasan. Beberapa terapis juga menggunakan kuesioner untuk
mengumpulkan data tambahan tentang situasi yang menyebabkan kecemasan.
· Tahap kedua
Penggunaan teknik Desentisasi Sistematis, dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Ø Latihan relaksasi
Terapis menggunakan suara, sangat tenang, lembut, dan
menyenangkan untuk mengajarkan relaksasi otot progresif. Klien diminta untuk
membuat gambaran yang sebelumnya situasi santai, seperti duduk di tepi danau
atau berjalan di sebuah taman yang indah. Merupakan hal yang penting bahwa
klien mencapai kondisi ketenangan dan kedamaian. Klien diinstruksikan untuk
berlatih relaksasi baik sebagai bagian dari prosedur desensitisasi dan juga di
luar sesi setiap hari.
Ø Pengembangan hirarki kecemasan
Terapis membuat sebuah daftar peringkat dari situasi yang
menimbulkan peningkatan derajat kecemasan atau penghindaran. Hirarki ini diatur
dalam urutan dari situasi terburuk klien bisa membayangkan ke situasi yang
membangkitkan sedikit kecemasan.
Ø Desentisasi yang tepat
Proses desensitisasi dimulai dengan klien mencapai relaksasi
lengkap dengan mata tertutup. Sebuah adegan netral disajikan, dan klien diminta
untuk membayangkan hal itu. Jika klien tetap santai, ia diminta untuk
membayangkan sedikit kecemasan-- membangkitkan adegan pada hirarki situasi yang
telah dikembangkan. Terapis bergerak progresif atas hirarki sampai klien
menunjukkan bahwa ia sedang mengalami kecemasan, pada saat adegan diakhiri.
Relaksasi kemudian diinduksi lagi, dan adegan ini diperkenalkan kembali lagi
sampai kecemasan yang muncul menjadi berkurang terhadap adegan atau pengalaman
itu.
Pengobatan berakhir ketika klien mampu tetap dalam keadaan
rileks sambil membayangkan adegan yang dulunya paling mengganggu dan
menimbulkan kecemasan. Inti dari desensitisasi sistematis diulang eksposur
dalam imajinasi untuk membangkitkan situasi kecemasan tanpa mengalami
konsekuensi negatif.
Pekerjaan rumah dan tindak lanjut merupakan komponen penting
dari kesuksesan desensitisasi. Klien dapat berlatih teknik relaksasi setiap
hari. Secara bertahap, mereka mengekspos diri mereka untuk situasi
kehidupansehari-hari sebagai cara lanjutan untuk mengelola kecemasan mereka.
Konseli akan aman jika menerapkan teknik-teknik ini ketika situasi kecemasan
itu bangkit lagi dalam kehidupan sehari-hari setelah seti terapi berakhir.
Ø Dalam Paparan Vivo dan Pembanjiran (Flooding)
Terapi pemaparan dirancang untuk mengobati ketakutan dan
respon emosi negatif dengan memperkenalkannya klien, dalam kondisi dikendalikan
secara hati-hati, dengan situasi yang berkontribusi terhadap masalah tersebut.
Pemaparan adalah proses penting dalam mengobati berbagai masalah yang terkait
dengan rasa takut dan kecemasan.
Dalam Pemaparan VIVO
Pada terapi ini klien tidak disuruh untuk membayangkan
situasi yang ditakutinya atau yang membangkitkan kecemasannya, tetapi klien
dihadapkan langsung pada situasi itu. Terapis dan klien membuat hirarki
kecemasan untuk melihat tingkat kecemasan yang dialami klien. Setelah pembuatan
hirarki ini klien dihadapkan pada pemaparan penyebab itu. Klien dapat
menghentikan pemaparan jika ia mengalami tingkat kecemasan yang tinggi.
Seperti halnya dengan desensitisasi sistematis, klien
belajar tanggapan bersaing melibatkan relaksasi otot. Dalam beberapa kasus
terapis dapat menemani klien saat mereka menghadapi situasi ditakuti. Sebagai
contoh, terapis bisa pergi dengan klien dalam lift jika mereka memiliki fobia
menggunakan lift.
Flooding (pembanjiran)
Dalam vivo flooding terdiri dari paparan intens dan
berkepanjangan terhadap rancangan kecemasan yang sebenarnya. Umumnya, klien
yang sangat ketakutkan cenderung mengekang kecemasan mereka melalui penggunaan
perilaku maladaptif. Dalam flooding, klien dilarang untuk berkecimpung dalam
respon mereka yang biasa maladaptive ketika dalam situasi kecemasan. Vivo
flooding cenderung mengurangi kecemasan dengan cepat. Teknik ini didasarkan
pada prinsip-prinsip dan mengikuti prosedur yang sama namun paparan terjadi
dalam imajinasi klien bukan di kehidupan sehari-hari. Paparan terhadap
peristiwa traumatis yang sebenarnya seperti kecelakaan pesawat, pemerkosaan,
kebakaran, banjir, sering tidak mungkin dilakukan karena alasan etis dan
praktis. Banjir imaginal dapat menciptakan kembali keadaan trauma dengan cara
yang tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi klien.
Flooding sering digunakan dalam pengobatan perilaku
kecemasan yang berhubungan dengan gangguan, fobia, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan stres pasca trauma, dan agoraphobia. Kontak yang terlalu lama dan
intens dapat menjadi cara yang efektif dan efisien untuk mengurangi kecemasan
klien. Penelitian menunjukkan bahwa terapi paparan dapat mengurangi derajat
rasa takut dan kecemasan (Tryon, 2005).
Ø Eye Movement Desensitisasi dan Reprocessing (EMDR)
EMDR adalah suatu bentuk terapi pemaparan yang melibatkan
banjir imaginal, restrukturisasi kognitif, dan penggunaan yang cepat, gerakan
mata berirama dan stimulasi bilateral lainnya untuk mengobati klien yang
mengalami stres traumatik. Dirancang untuk membantu klien dalam berurusan
dengan gangguan stres pasca trauma, (EMDR telah diterapkan pada berbagai
populasi termasuk anak-anak, pasangan, korban pelecehan seksual, veteran
perang, korban kejahatan, korban perkosaan, korban kecelakaan, dan individu
yang berhubungan dengan kecemasan, panik , depresi, kesedihan, kecanduan, dan
fobia).
Penggunaan etis prosedur menuntut pelatihan dan supervisi
klinis. Terapis tidak harus menggunakan prosedur ini kecuali mereka menerima
pelatihan yang tepat dan pengawasan dari instruktur EMDR resmi. Ada beberapa
kontroversi apakah gerakan mata sendiri dapat membuat perubahan, atau penerapan
teknik kognitif dipasangkan dengan gerakan mata bertindak sebagai agen
perubahan. Dukungan empiris untuk EMDR telah dicampur, yang membuatnya sulit
untuk menarik kesimpulan tegas tentang keberhasilan atau kegagalan dari
intervensi ini.
Ø Keterampilan Sosial Pelatihan
Pelatihan keterampilan sosial adalah kategori yang luas yang
berhubungan dengan kemampuan individu, untuk berinteraksi secara efektif dengan
orang lain dalam berbagai situasi sosial dan digunakan untuk memperbaiki
kekurangan/ masalah ketidakmampuan dalam pribadinya. Keterampilan
sosial melibatkan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dengan
cara yang baik, tepat dan efektif bagi individu yang mengalami masalah
psikososial. Pelatihan keterampilan social meliputi psikoedukasi, pemodelan,
penguatan, latihan perilaku, bermain peran, dan umpan balik serta latihan
manajeman kemarahan.
Pelatihan Asertif
Salah satu bentuk khusus dari pelatihan keterampilan sosial
yang populer adalah mengajar orang bagaimana untuk bersikap tegas dalam
berbagai situasi sosial. Pelatihan Asertif ini berguna bagi mereka yang : (1)
yang memiliki kesulitan mengekspresikan kemarahan atau iritasi, (2) yang
mengalami kesulitan mengatakan tidak, (3) yang terlalu sopan dan memungkinkan
orang lain untuk mengambil keuntungan dari mereka, (4) yang sulit untuk
mengekspresikan kasih sayang dan tanggapan positif lainnya, (5) yang merasa
mereka tidak memiliki hak untuk mengungkapkan pikiran mereka, kepercayaan, dan
perasaan, atau (6) yang memiliki fobia sosial.
Asumsi dasar yang mendasari pernyataan adalah bahwa setiap
orang memiliki hak (bukan kewajiban) untuk mengekspresikan diri. Salah satu
tujuan dari pelatihan asertif adalah untuk meningkatkan perilaku yang disengaja
sehingga mereka dapat membuat pilihan apakah akan bersikap
tegas dalam situasi tertentu. Adalah penting bahwa klien menggantikan
keterampilan sosial maladaptif dengan keterampilan baru. Tujuan lain adalah
mengajar orang untuk mengekspresikan diri mereka dengan cara yang mencerminkan
kepekaan terhadap perasaan dan hak orang lain. Sikap tegas pelatihan didasarkan
pada prinsip-prinsip teori belajar sosial dan menggabungkan banyak metode
pelatihan ketrampilan sosial. Umumnya, terapis mengajarkan dan mencontohkan
perilku yang ingin didapatkan klien. Perilaku ini dipraktekkan di ruang terapi
dan kemudian dibawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan program pelatihan
asertif berfokus pada pernyataan diri klien yang negatif, keyakinan mengalahkan
diri sendiri, dan pemikiran yang salah.
Pelatihan asertif sering dilakukan dalam kelompok. Ketika
menggunakan metode kelompok, pemodelan dan instruksi disajikan kepada seluruh
kelompok, dan anggota berlatih keterampilan perilaku dalam situasi bermain
peran. Setelah latihan, anggota diberi umpan balik yang terdiri dari memperkuat
aspek yang benar dari perilaku dan petunjuk tentang cara untuk meningkatkan
perilaku. Setiap anggota terlibat dalam latihan lebih lanjut dari perilaku
asertif sampai keterampilan yang dilaksanakan memadai dalam berbagai situasi
simulasi (Miltenberger, 2008).
Ø Self-Modifikasi Program dan Self-Directed Behavior
Keuntungan teknik modifikasi diri (atau manajemen diri)
adalah pengobatan dapat diperlus publik dengan cara yang tidak dapat dilakukan
dengan pendekatan tradisional untuk terapi. Keuntungan lain adalah bahwa biaya
yang minimal. Karena klien memiliki peran langsung dalam pengobatan mereka sendiri,
teknik ditujukan pada perubahan diri untuk meningkatkan keterlibatan dan
komitmen terhadap pengobatan mereka.
Strategi self-modification meliputi pemantauan diri,
self-reward, self-kontrak, kontrol stimulus, dan self-sebagai-model. Asumsi
dasar dari penilaian modifikasi diri dan intervensi adalah bahwa perubahan
dapat dibawa dengan mengajar orang untuk menggunakan keterampilan koping dalam
situasi bermasalah. Generalisasi dan pemeliharaan hasil yang ditingkatkan
dengan mendorong klien untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakan
strategi ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam program self-modification klien
membuat keputusan mengenai perilaku tertentu yang ingin dikontrol atau diubah
mereka. Klien sering menemukan bahwa alasan utama mereka tidak mencapai tujuan
mereka adalah kurangnya keterampilan tertentu atau harapan yang tidak realistis
dari perubahan.
Langkah dasar:
1. Memilih tujuan. Tujuan harus ditetapkan
satu per satu waktu, dan mereka harus terukur, dapat dicapai, positif, dan
signifikan bagi orang. Tujuan yang ingin dicapai haruslah realistis.
2. Menerjemahkan tujuan ke perilaku target. Mengidentifikasi
perilaku yang ditargetkan untuk perubahan. Setelah target untuk perubahan
dipilih, hambatan diantisipasi dan memikirkan cara-cara untuk mereka
bernegosiasi.
3. Self-monitoring. Secara sengaja dan
sistematis mengamati perilaku klien sendiri, dan membuat catatan perilaku, merekam
perilaku bersama dengan komentar tentang situasi yg relevan dan konsekuensinya.
4. Bekerja diluar rencana untuk perubahan. Merencanakan
program tindakan untuk membawa perubahan yang sebenarnya. Berbagai rencana
untuk tujuan yang sama dapat dirancang, yang masing-masing dapat menjadi
efektif. Beberapa jenis sistem penguatan diri diperlukan dalam rencana
ini karena penguatan merupakan hal terpenting dalam terapi perilaku modern.
Penguatan diri adalah strategi sementara yang digunakan sampai perilaku baru
telah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ambil langkah-langkah
untuk memastikan bahwa keuntungan yang dibuat akan dipertahankan.
5. Mengevaluasi rencana tindakan. Evaluasi
rencana terhadap perubahan untuk menentukan apakah tujuan sedang dicapai, dan
menyesuaikan dan merevisi rencana sebagai cara lain untuk mencapai tujuan yang
dipelajari. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan dan bukan kejadian satu
kali, dan perubahan diri adalah praktek seumur hidup.
Masalah perilaku yang telah berhasil diatasi dengan
penggunaan teknik ini meliputi serangan panik, membantu anak untuk mengatasi
rasa takut terhadap gelap, meningkatkan produktivitas kreatif, mengelola
kecemasan dalam situasi sosial, mendorong berbicara di depan kelas,
pengendalian merokok, dan berurusan dengan depresi
Ø Multimodal Terapi: Terapi Perilaku Klinis
Multimodal terapi bersifat komprehensif, sistematis,
pendekatan holistik untuk terapi perilaku yang dikembangkan oleh Arnold
Lazarus. Hal ini didasarkan pada pembelajaran sosial dan teori kognitif dan
menerapkan teknik perilaku yang berbeda untuk berbagai masalah. Pendekatan ini
berfungsi sebagai penghubung utama antara beberapa prinsip perilaku dan
pendekatan perilaku kognitif yang telah menggantikan terapi behavior
tradisional. Asumsi yang mendasari pendekatan
ini adalah bahwa karena individu yang terganggu oleh berbagai masalah spesifik
maka dibutuhkan banyak strategi untuk menghasilkan perubahan. Dalam prosesnya
terapis multimodal terus-menerus menyesuaikan prosedur mereka untuk mencapai
tujuan klien.
Terapis Multimodal cenderung sangat aktif selama sesi
terapis, berfungsi sebagai pelatih, pendidik, konsultan, dan model peran.
Mereka memberikan informasi, instruksi, dan umpan balik serta model perilaku
asertif. Mereka menawarkan kritik konstruktif dan saran, memberikan penguatan
positif, dan tepat mengungkapkan diri.
I.D DASAR
Esensi dari pendekatan multimodal Lazarus adalah
premis bahwa kompleksitas kepribadian manusia dapat dibagi menjadi tujuh
wilayah utama dari fungsinya, yang meliputi : B = perilaku, A = tanggapan
afektif, S = sensasi, I = gambar, C = kognisi; I = hubungan
interpersonal, dan D = obat, fungsi biologis, gizi, dan olahraga. Terapi
multimodal dimulai dengan penilaian yang komprehensif dari tujuh modalitas
fungsi manusia dan interaksi di antara mereka.
Sebuah premis utama dari terapi multimodal adalah luas yang
sering lebih penting dibandingkan mendalam. Tanggapan lebih
mengatasi klien belajar dalam terapi, yang kurang adalah kemungkinan untuk
kambuh. Terapis mengidentifikasi satu masalah tertentu dari setiap aspek dari
kerangka I.D DASAR sebagai target untuk mengubah dan mengajarkan klien berbagai
teknik yang dapat mereka gunakan untuk memerangi pemikiran yang salah, belajar
untuk rileks dalam situasi stres, dan untuk memperoleh keterampilan
interpersonal yang efektif. Klien kemudian dapat menerapkan keterampilan ini
untuk berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Ø Mindfulness dan Penerimaan Berbasis Cognitive Therapy
(Mindfulness and Acceptance-Based Cognitive Behavior Therapy)
Terapi ini melibatkan kesadaran terhadap rangsangan
eksternal dan internal pada pengalaman sekarang, dan melibatkan sikap yang
untuk terbuka dalam menerima pengalaman tersebut dan bukan menilainya.
Empat pendekatan utama dalam perkembangan tradisi behavior
terbaru meliputi (1) dialektis behavior therapy (2) pengurangan
stres mindfulnessbased (3) kesadaran berbasis terapi kognitif (4) penerimaan
dan terapi komitmen
Dialektis Behavior Therapy (DBT)
Dikembangkan untuk membantu klien mengatur, menerima serta
mengubah emosi dan perilaku yang berhubungan dengan depresi. Terapi ini
melibatkan penerimaan atas situasi klien. Situasi emosional klien yang
mengganggu tidak didistorsi, tidak dinilai, tidak dievaluasi dan tidak berusaha
untuk dipertahankan atau untuk disingkirkan. DBT menggunakan teknik behavior,
termasuk bentuk terapi paparan dimana klien belajar untuk mentoleransi emosi
yang menyakitkan tanpa memberlakukan perilaku merugikan diri sendiri.
Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR)
Keterampilan yang diajarkan dalam program MBSR termasuk
meditasi duduk dan yoga sadar, yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran.
Program ini mencakup meditasi body scan yang membantu klien untuk mengamati
semua sensasi dalam tubuh mereka. Sikap kesadaran dianjurkan dalam setiap aspek
kehidupan sehari-hari termasuk berdiri, berjalan, dan makan. Mereka yang terlibat
dalam program ini didorong untuk mempraktekkan meditasi kesadaran formal selama
45 menit setiap hari. Program MBSR dirancang untuk mengajarkan peserta
berhubungan dengan sumber eksternal dan internal stres dengan cara yang
konstruktif. Program ini bertujuan untuk mengajarkan orang bagaimana untuk
hidup lebih lengkap di masa sekarang daripada merenungkan tentang masa lalu
atau menjadi terlalu khawatir tentang masa depan.
Terapi Penerimaan Dan Komitmen (Acceptance And
Commitment Therapy (ACT))
Pendekatan ini melibatkan sepenuhnya penerimaan pengalaman
sekarang dan penuh kesadaran untuk melepaskan hambatan. Penerimaan dalam
pendekatan ini adalah tidak sekedar mentoleransi, melainkan tidak menghakimi
serta aktif merangkul pengalaman saat ini. Berbeda dengan pendekatan Kognitif
Behavior Therapy, di mana kognisi ditantang atau diperdebatkan, di ACT kognisi
yang diterima. Klien belajar bagaimana menerima pikiran dan perasaan mereka
yang mungkin dicoba untuk ditolak. Pandangan ini mengatakan bahwa pikiran
maladptif diperkuat dengan cara ditentang daripada dikurangi. Tujuan dari ACT
adalah untuk memungkinkan fleksibilitas psikologis meningkat.
Selain penerimaan, komitmen untuk bertindak sangat
penting. Komitmen melibatkan membuat keputusan secara sadar tentang
apa yang penting dalam hidup dan apa yang bersedia dilakukan agar hidupnya
dihargai. ACT memanfaatkan pekerjaan rumah dan latihan perilaku sebagai cara
untuk menciptakan pola-pola yang lebih besar dari tindakan efektif yang akan
membantu klien hidup dengan nilai-nilai mereka. Sebagai contoh, salah satu
bentuk pekerjaan rumah yang diberikan kepada klien yaitu meminta mereka untuk
menuliskan tujuan hidup atau hal-hal yang mereka nilai dalam berbagai aspek
kehidupan mereka. Fokus dari ACT adalah memungkinkan pengalaman untuk datang
dan pergi sambil mengejar kehidupan yang bermakna.
G.KELEMAHAN DAN KELEBIHAN
1)
Kelebihan
· Pembuatan tujuan terapi antara konselor dan konseli di
awal konseli dan itu dijadikan acuan keberhasilan proses terapi
· Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan
selalu diperbaharui
· Waktu konseling relatif singkat
· Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam
penetapan tujuan dan pemilihan teknik.
2)
Kelemahan
· Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
· Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
· Tidak memberikan wawasan
· Mengobati gejala dan bukan penyebab
· Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an dan
awal 1960-an di Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai
awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya
adalah pada menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku yang efektif dan
merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.
Menurut Behavior Therapy, manusia adalah produk dan produsen
(penghasil) dari lingkungannya.
Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia itu pada
hakikatnya adalah perilaku, karena hanya perilakulah yagn dapat diuji
dilaboratorium.
Konseling menurut pandangan behavioral ialah proses
terapeutik dengan menggunakan prosedur-prosedur sistematik untuk mengubah
perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai) menjadi perilaku adaptif
(perilaku yang sesuai) melalui proses belajar perilaku baru.
Kondisi hubungan terapi behavior terdiri dari tujuan, peran
konselor, peran konseli,dan kondisi
hubungan.
Adapun mekanisme pengubahannya terdiri dari
Tahap-tahap
konseling : assessment, menentukan tujuan, mengimplementasikan teknik,
mengakhiri konseling.
Tekhnik-tekhnik
konseling : Applied Behavioral Analysis: Operant Conditioning, relaksasi pelatihan tihan
terkait,desensitisasi sistematis, dalam paparan vivio dan pembelajaran, eye
movement desensitisasi dan repprocessing,keterampilan social pelatihan,
relaksasi dan kebutu Self-Modifikasi Program dan Self-Directed Behavior, Multimodal
Terapi: Terapi Perilaku Klinis, Mindfulness dan Penerimaan Berbasis Cognitive
Therapy (Mindfulness and Acceptance-Based Cognitive Behavior Therapy)
Kelebihan teori behavior:
Pembuatan tujuan terapi antara
konselor dan konseli di awal konseli dan itu dijadikan acuan keberhasilan
proses terapi
Memiliki berbagai macam teknik
konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
Waktu
konseling relatif singkat
Kolaborasi
yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan
teknik.
Kelemahan
Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
Tidak memberikan wawasan
Mengobati
gejala dan bukan penyebab
Melibatkan
kontrol dan manipulasi oleh konselor
B.
SARAN
Teori belajar dan pembelajaran behavioristik dalam pendekatan
konseling hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga
tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai.
SUMBER
RUJUKAN
Corey G. (2009). Theory and Practice of Counseling
and Psychotherapy (8th ed.). Belmont, CA: Brooks/Cole.
E. Bell Gredler, Margareth,1991, Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta:CV.Rajawali